Senin, 06 Januari 2014

ETIKA PEMERINTAHAN



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   LATAR BELAKANG
Perilaku individu dalam setiap segi kehidupan memberikan pengaruh bagi keadaan di sekitarnya.  Dalam berorganisasi khususnya organisasi pemerintah, hal ini menjadi hal yang sangat penting karena ini merupakan bekal dasar yang harus dimiliki oleh seorang individu saat berada di dalam suatu lingkungan, selain itu hal ini pun menjadi sangat penting karena menyangkut kehidupan bangsa dan warga negara.
Saya memutuskan untuk membahas mengenai etika dalam pemerintah karena ini merupakan cikal bakal terciptanya suatu sistem pemerintahan yang sukses dan tidak melenceng dari jalur norma-norma yang ada.
Alasan lain saya memilih bahasan ini ialah menguatnya fenomena korupsi-kolusi-nepotisme dan segala bentuk penyelewengan lainnya yang telah menggerogoti institusi pemeintarahhan. Baik level pusat maupun level daerah.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa yunani kuno. Kata yunani kuno ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, skap, cara berfikir . dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terahir inilah yang menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filusuf yunani besar aristoteles (384-322 s.M.)
Dalam pengertian sempit, etika sama maknanya dengan moral, yaitu adat istiadat atau kebiasaan. Akan tetapi, etika juga merupakan bidang studi filsafat atau ilmu tentang adat atau kebiasaan.
Berikut beberapa pengertian yang berkaitan denagan etika:
a.       Etika: (etik) sistem dari prinsip-prinsip moral, dapat juga berupa rules of conduct, kode sosial (sicial  code), etika kehidupan. Dapat berartijuga ilmu pengetahuan tentang moral, atau cabang filsafat
b.      Ethos: (jiwa) karakteristik dari masyarakat tertentu atau kebudayaan tertentu (community,society).
c.       Esprit: (semangat) semangat d,crops, loyalitas, dan cinta pada kesatuan, kelompok, masyarakat, pemerintah dan lain-lain.
d.      Rule :(ketentuan dan peratuaran) ketentuan-ketentuan dalam setiap pergaulan masyarakat   yang memberi pedoman atau pengawasan tentang benar dan salah
e.       Norma : merupakan standar kriteria pola, patokan yang mantap dari masyarakat atau pemerintah.
f.       Moral   : pengerian tentang benar atau salah, prinsip-prinsip yang berhubungan benar dan salah.



2.2  Pengertian pemeritah
a.       Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif. Dengan segala fungsi dan kewenganya 
b.      Pengertian Pemerintah  Secara etimologi, pemerintah bersala dari perkataan perintah, Pamudji ( 1995 : 23 ) mengartikan kata – kata tersebut sebagai berikut :
·         Perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu.
·         Pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu ngara ( daerah negara atau badan yang tertinggi yang memerintah suatu negara ).
·         Pemerintah adalah perbuatan ( cara, hal urusan dan sebagainya ) memerintah
            Perbedaan pengertian “pemerintah“ dan “pemerintahan “ lazimnya disebut bahwa “ pemerintah “ adalah lembaga atau badan publik yang mempunyai fungsi untuk melakukan upaya mencapai tujuan negara sedangkan “ pemerintahan “ dari aspek dinamikanya.

2.3  Pengertian etika pemerintahan
Sudah di jelas kan bagai mana pengertian mengenai etika dan pemerintah ataupun pemerintahan. Jadi pengertian etika pemerintahan itu sendiri adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia


2.4  Pendekatan filsafat terhadap etika pemerintahan Negara
1.      Filsafat Idealisme Sokrates( 470-399 sM )  bahwa kebenaran dan kebaikan nilai obyektif yang harus dijunjung tinggi oleh semua orang.
2.      Filsafat  Idealisme dari Plato (namanya aslinya Aristokles, 427-347sM ). Kebenaran sejati apa yang tergam-bar dalam ide. “ Pemerintahan Negara Ideal adalah komunitas etical untuk mencapai kebajikan dan kebaikan”.
a.       Filsuf Idealisme Thomas Hobbes ( 1588-1679 ) bahwa terkenal dengan Teori Perjanjian Sosial dalam pemerintahan, Kedaulatan kekuasaan absulut dan abadi, kekuasaan itu tertinggi dibatasi dengan UU. 
b.      Filsuf  Idealisme John Locke ( 1632-1707 ) dengan Teori Perjanjian  bahwa kebahagiaan dan kesusilaan dihubungkan dengan peraturan yaitu : perintah Tuhan, UU Negara dan hukum pendapat umum  dengan prinsip liberty, eguality dan personality.
c.       Filsuf Reusseauu dengan teori “ Contract Social “ . Manusia mempunyai kekuasaan dan hak secara kodrat, kekuasaan negara berasal dari negara dan negara berasal dari rakyat. Intinya pemerintah yang berkuasa tidak monarkhi absolut.
d.      Filsuf Hegel dengan metode dialektika tentang pemerintahan negara bahwa : negara penjelmaan dari ide, rakyat ada demi negara agar ide kesusilaan, negara mempunyai hukum tertinggi terhadap negara  bagi kebahagiaan rakyat

2.5  Nilai_niali etika dalam pemerintahan
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
  1. Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
  2. kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
  3. Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
  4. kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
  5. Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
  6. Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.

2.6  Wujud etika dalam pemerintahan
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya

2.7  Mewujudkan pemerintah yang baik dan sehat (Good governance)
a.       Pemerintahan yang konstitusional ( Constitutional )
b.      Pemerintahan yang legitimasi dalam proses politik dan administrasinya ( legitimate )
c.       Pemerintahan yang digerakkan sektor publik, swsata dan masyarakat ( public, private and society sector )
d.      Pemerintahan yang digerakkan sektor publik, swsata dan masyarakat ( public, private and society sector )
Ø Prinsip Penegakkan Hukum,
Ø Akuntabilitas,
Ø  Demokratis,
Ø  Responsif,
Ø  Efektif dan Efisensi,
Ø   Kepentingan Umum,
Ø   Keterbukaan,
Ø   Kepemimpinan Visoner dan
Ø   Rencana Strategis
e.       Pemerintahan yang menguatkan fungsi :  kebijakan publik  (Public Policy ), pelayanan publik ( Public Service ), otonomi daerah ( Local Authonomy ), pembangunan (Development ), pemberdayaan masyarakat ( Social Empowering )  dan  privatisasi ( Privatization )      

2.8   Prinsip Negara hukum dalam system penyelenggaraan pemerintahan
a.       Supremasi Hukum ( Suprmacy of Law  )
b.      Persamaan dalam hukum ( Eguality before the Law)
c.       Asas Legalitas ( Due Process of Law );
d.      Pembatasan Kekasaan ;
e.       Organ-organ pemerintahan yng independen;
f.       Peradilan yang bebas dan tidak memihak;
g.      Peradilan Tata Usaha Negara(Constitutional Court );
h.      Peradilan Tata Negara;
i.        Perlindungan Hak asasi Manusia;
j.        Bersifat Demokratis ( Democratische Rechtsaats )
k.      Berfungsi sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare Rechtstaat)
l.        Transparansi dan Kontrol Sosial


2.9   Landasan etika pemerintahan Indonesia
a.              Falsafah Pancasila dan Konstitusi/UUD 1945 Negara RI;
b.              TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan  Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ;
c.              UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
d.             UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974  Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian ( LN No. 169 dan Tambahan LN No. 3090 );
e.              UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2005 dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah ;
f.               PP No. 60 tentnag Disiplin Pegawai Negeri .


2.10  Masalah Etika dalam pemerintah
Dewasa ini, banyak sekali kasus-kasus muncul berkaitan dengan penyelewengan etika organisasi pemerintah.  Salah satu contoh nyata yang masih saja dilakukan oleh individu dalam organisasi pemerintah yaitu KKN.
Adapun definisi KKN yaitu suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara (dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan negara.
Praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup tinggi. Contoh di bidang perbankan khususnya, keberadaan UU No. 10 Tahun 1998 ternyata tidak cukup ampuh menjerat atau membuat jera para pelaku KKN. Dari data yang ada , diketahui ada beberapa kasus yang cukup mencolok dengan nominal kerugian negara yang cukup besar.
Sebutlah kasus penyelewengan dana BLBI yang sampai saat ini sudah berlangsung hampir 10 tahun tidak selesai. Para tersangka pelakunya masih ada yang menghirup udara bebas, dan bahkan ada yang di vonis bebas dan masih leluasa menjalankan aktivitas bisnisnya. Yang lebih parah lagi, terungkap juga bukti penyuapan yang melibatkan salah satu pejabat Jampidsus beberapa waktu yang lalu.



Praktek KKN dalam organisasi pemerintah khususnya, menjadi masalah berkaitan dengan etika organisasi pemerintah Karena ini merupakan penyelewengan dari apa yang seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang individu dalam organisasi pemerintah, yakni melayani rakyat dengan baik dan berusaha memberikan yang terbaik bagi rakyat.  Akan tetapi, dengan adanya peraktek KKN jelas merugikan bangsa dan negara.








BAB III
PENUTUP

3.1.Kritik dan Saran
Mungkin kalau kita tidak terlalu ambisius menghilangkan seluruh KKN sekaligus tetapi secara sistimatis dalam suatu program, memusatkan pada masalah korupsi dulu, maka program pemberantasan KKN akan lebih jalan. Ketentuan mengenai pidana ekonomi, mengenai korupsi telah cukup jelas dan dapat dilaksanakan untuk menyidik dan memberi sanksi ke pada mereka yang melanggarnya. Dalam proses ini sebagian dari masalah kolusi dan nepotisme juga akan terungkap dan bisa dilaksanakan penindakan terhadap pelanggarnya.
Akan tetapi berkaitan dengan masalah kolusi dan nepotisme yang tidak berkaitan dengan korupsi, yang dilanggar mungkin ketentuan kepegawaian atau masalah etik. Yang jelas adalah untuk ke depan, bagaimana memasukkan rambu-rambu menghalangi tumbuhnya kolusi dan nepotisme ini dalam peraturan kepegawaian dan ketentuan mengenai tender, kontrak, serta ketentuan mengenai ‘governance’ pada umumnya. Mengenai langkah ke depan menghilangkan masalah KKN saya menekankan pada sikap untuk menjauhi kebiasaan hidup lebih besar pasak dari tiang pada tulisan lain.

3.2. Kesimpulan
Dari uraian di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan , antara lain:
1.      Rendahnya moralitas para pelaku bisnis perbankan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kecurangan dan berbagai penyimpangan dalam bisnis.
2.      Etika seseorang dapat mulai ditanamkan semenjak ia masih kecil, ketika dirinya masih merupakan sosok pibadi yang lugu dan utuh




DAFTAR PUSTAKA

 Inu Kencana, Sistem Pemerintahan Indonesia,Gema Insane Press,Jakarta,19991.
Uni Sosial Demokrat, http://www.unisosdem.org

1 komentar:

  1. Bagaimana cara menghilangkan etika yang kurang baik. Ketika berada di pemerintah atau organisasi maka.
    Tidak akan terjadi penyelewengan yang negatif. Mohon jelaskan...... Terima kasih.

    BalasHapus