Kamis, 29 September 2016

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DI DESA KEMBOJA KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT




PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DI DESA KEMBOJA
KECAMATAN PULAU MAYA
KABUPATEN KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT
 


DAFTAR ISI



Halaman

TANDA PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN AKHIR
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK………………………………………………………………………i
ABSTRACT…………………………………………………………………….ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….vi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………........xi
PETA LOKASI MAGANG………………………………………………….....xii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1  Latar Belakang………………………………………………………...1
1.2  Permasalahan…………………………………………………………9
1.2.1     Identifikasi Masalah…………………………………………...9
1.2.2     Pembatas Masalah……………………………………………9
1.2.3     Perumusan masalah………………………………………….10
1.3  Maksud dan Tujuan Magang………………………………………...10
1.3.1     Magsud Magang……………………………………………....10
1.3.2     Tujuan Magang………………………………………………..10

1.4  Kegunaan Magang…………………………………………………...11
1.4.1     Kegunaan Teoritis…………………………………………….11
1.4.2     Kegunaan Praktis untuk Lokasi Magang…………………...11
1.4.3     Kegunaan Praktis untuk Lembaga…………………………..11
1.5  Definisi Konsep……………………………………………………….12
1.5.1     Pengertian Partisipasi…………………….............................12
1.5.2     Pengertian Masyarakat………………………………………13
1.5.3     Pengertian Pembangunan…………….................................13

BAB II METODE……………………………………………………………...15
2.1 Desain Magan….…………………………………………………….15
2.2 Teknik Pengumpulan Data...………………………………………..18
2.3 Teknik Analisis Data...……………………………………………….26
2.4 Tempat dan Waktu Kegiatan Magang……………………………..28
2.4.1 Tempat Kegiatan Magang....................................................28
2.4.2 Waktu Kegiatan Magang……………………………………..28

BAB III GAMBAR EMPIRIK LOKASI MAGANG………………………....30
3.1 Gambaran Umum Lokasi Magang…………………………………30
3.1.1 Sejarah Desa………………………………..............................30
3.1.2 Kondisi Geografis………………………………………………31
3.1.3 Keadaan Sosial……………………………..............................34
3.1.4 Keadaan Ekonomi………………………….............................34
3.1.5 Kondisi Pemerintahan Desa………………….........................35
3.1.6 Struktur Organisasi Pemerintahan Desa...………………….36
3.1.7 Tingkat Pendidikan Perangkat Desa………………………...42
3.1.8 Kebijakan Pembangunan Desa……………………………....43
3.1.9 Sarana dan Prasarana Desa Kemboja……………………...45
3.2 Hasil Fenomena yang Diamati dan Dikaji
Dikaitkan dengan Teori yang Relevan…………............................46
3.2.1     Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam
 Pembangunan Fisik………………………………………..46
3.2.2     Faktor Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Masyarakat      dalam Pembangunan Fisik…....................51

BAB IV KAJIAN PUSTAKA………………………………………………...53
4.1  Tinjauan Teori yang Relevan dengan
Fenomena yang Diteliti………………………………………….…53
4.1.1 Pengertian Partisipasi…………………………………….….53
4.1.2 Pengertian Masyarakat…………………………....................58
4.1.3 Pengertian Pembangunan Fisik………………………..……64
4.1.4 Pengertian Desa…………………………………....................66
4.2  Tinjauan Normatif yang Relevan dengan
Fenomena………………………………………………...................68

BAB V ANALISIS DAN REKOMENDASI………………………………….
5.1 Analisis………………………………………………………..………73
5.1.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam
pembangunan Fisik di Desa Kemboja……………...............73
5.1.1.1 Partisipasi Masyarakat Dalam
Perencanaan
Pembangunan     Fisik…………………..………75
5.1.1.2 Partisipasi Masyarakat Dalam
Pelaksanaan
 Pembangunan  Fisik……………………............78
5.1.1.3 Keikutsertaan Masyarakat Dalam
Memanfaatkan Hasil
Pembangunan Fisik………………………..……82
5.1.1.4 Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengawasan dan Menilai Kegiatan dan
Hasil hasil pembangunan yang Dicapai...........83
5.1.2 Faktor Faktor Yang Menghambat Kurangnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik……………………86
5.1.2.1 Faktor Pendorong…………………………...........86
5.1.2.2 Faktor Penghambat………………………………88
5.2 Rekomendasi…………………………………………………………89
5.2.1 Kesimpulan…………………………………………………….89
5.2.2 Saran………………………………………..............................90

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP



BAB 1
                                                   PENDAHULUAN      
1.1  Latar Belakang
Pembangunan pada hakikatnya merupakan usaha yang dilakukan oleh Bangsa, Pemerintah dan masyarakat kearah yang lebih baik demi kesejahteraan bersama sesuai dengan cita-cita nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Pelaksanaan pembangunan daerah pada dasarnya bagian dari integral dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menserasikan laju pertumbuhan antar daerah di Indonesia. Dalam pengembangan daerah sudah pasti diperlukan peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pembangunan daerah di Indonesia. Pemerintah derah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem negara kesatuan Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, diharapkan terjadi perubahan secara mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sebagai implikasi dari peraturan ini, sistem pemerintahan yang dulunya bersifat sentralisti, berubah menjadi mendelegasikan sebagai kewenangan yang dimiliki pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, melalui desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Diharapkan setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah akan sesui dengan aspirasi rakyat dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Disamping itu, melalui perubahan paradigm dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, diharapkan pemerintah derah mampu menarik keikut sertaan  masyarakat dalam meningkatkan pembangunan fisik, baik dalam proses perencanaan, saat proses pembangunan itu berlangsung, hingga evaluasi kegiatan pembangunan. Di tetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, untuk penyelenggaraan pemerintah yang baik, diperlukan adanya sinergitas antara 3 pilar pembangunan yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Partisipasi masyarakat sebagai salah satu pilar tercapainya good governance menjadi sebuah hal yang mutlak dilaksanakan. Saat ini masyarakat telah memiliki kesempatan yang luas untuk menyampaikan aspirasi pada perencanaan pembangunan, partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan melalui keikutsertaan masyarakat dalam proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang), baik itu yang dilaksanakan pada tingkat Desa hingga Kabupaten / Kota. Selain itu masyarakat juga dapat dilibatkan pada proses berlangsungnya kegiatan pembangunan, hingga pengawasan setelah dilaksanakannya kegiatan pembangunan.
Otonomi daerah dimaksudkan untuk mengoptimalkan pembangunan guna dalam meningktakan kesejahteraan masyarakat dan sebagai upaya dalam mencapai keadaan yang lebih baik. Untuk itu dalam pelaksanaan pembangunan diharapkan juga masyarakat ikut berpartisipasi, guna dalam pembangunan yang dilaksanakan dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama daerah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur menyebutkan bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendesak, untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, mensejahterakan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global dan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, perlu mengambil langkah langkah yang konfrehensif guna menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikut sertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan layanan berdasarkan prinsip prinsip usaha yang sehat serta diperlukannya partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Keikut sertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Pulau Maya khususnya Desa Kemboja, masih terdapat permasalahan, salah satunya yang paling mendasar, yaitu masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Selama ini yang terjadi dilapangan lebih cendrung melaksankan pembangunan tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat. Dari hal tersebut selain dikarenakan masyarakat beranggapan bahwa pemerintah daerah belum bisa menjadi bagian dari masyarakat, supaya dalam pelaksanaan pembangunan dapat mengajak masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, dan juga disebabkan masih kurangnya kesadaran masyarakat karena beranggapan pembangunan seutuhnya adalah tugas pemerintah. Dikarenakan tidak adanya keikut sertaan dari masyarakat pada proses pembangunan, menjadikan masyarakat pasif terhadap pembangunan yang dihasilkan, dan mengakibatkan pembangunan yang tidak diharapkan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan mengakibatkan perubahan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang sangat fundamental menuntut perlunya sistem perencanaan pembangunan komprehensif dan mengarah kepada terwujudan transparansi, akuntabilitas, demokratisasi, desentralisasi dan partisipasi masyarakat yang pada akhirnya dapat menjamin pemanfaatan dan pengalokasian sumber dana pembangunan yang semakin terbatas menjadi lebih efisien dan efektif serta berkelanjutan. Salah satu untuk merespon tuntutan tersebut secara sistematis adalah diberlakukannya Undang-Undang 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), kedudukan perencanaan pembangunan daerah di Indonesia menjadi semakin kuat. Argumentasi yang semula berkembang tentang tidak perlunya pembangunan diatur melalui sistem perencanaan dalam era otonomi daerah, otonomi tidak pelu diperdebatkan lagi. Dengan adanya Undang Undang tersebut, maka penysunan perencanaan menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap aparat pemerintah. Sebagaimana dikemukakan Jhingan dalam Sjafrizal (2014:25), perencanaan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan pengendalian dan pengaturan perekonomian dengan sengaja oleh suatu penguasa (pemerintah) pusat untuk mencapai suatu sasaran dalam tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu juga. Perencanaan adalah salah satu fungsi dari seluruh proses manajemen pencapaian tujuan tertentu, dalam model standar proses manejemen disamping fungsi perencanaan dikenal juga fungsi organisasi, pemimpin dan pengawasan.
Diharapkan fungsi fungsi ini berjalan dengan baik maka tujuan akan tercapai secara optimal maka dari itu diperlukannya keikut sertaan masyarakat untuk mengoptimalkan pembangunan dan merubah pikiran masyarakat bahwa pembangunan adalah sepenuhnya tugas pemerintah, pada tujuan otonomi daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah, artinya adanya perubahan kepada kehidupan pemerintah daerah yang mengutamakan kepentingan rakyat, dalam rangka mendekatkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, selain itu juga adanya keinginan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat madani dalam kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilai-nilai yang memunculkan nilai demokrasi dan sikap keterbukaan, kejujuran, keadilan berorientasi kepada kepentingan rakyat serta bertanggung jawab kepada rakyat. Dalam sistem yang baru, tahapan perencanaan pembangunan terdiri dari  4 (empat) tahapan, yakni :
1.     Penyusunan rencana
2.     Penetapan perencanaan
3.     Pengendalian pelaksanaan rencana dan
4.     Evaluasii pelaksanaan rencana.
Masyarakat Desa Kemboja mayoritas bekerja di lahan pertanian dan perkebunan yang kegiatan sehari-harinya dihabiskan di lahan pertanian dan perkebunan tanpa melihat pembangunan yang ada disekelilingnya. Rendahnya pendidikan mengakibatkan masyarakat Desa Kemboja beranggapan Pembangunan adalah tugas mutlak dari pemerintah. Rendahnya pendidikan dan jumlah bangunan sekolah yang ada di Desa Kemboja yang sangat sedikit, di Desa Kemboja terdapat 7 unit masjid dan 4 unit surau serta 1 Paud, 4 SD, 1 MI, dan 1 SMP.
Desa Kemboja terbagi atas 4 Dusun yang masing-masing Dusun mempunyai wilayah administrasi terpisah yaitu Dusun Sukamandi, Medan Bakti, Sukatengah, dan Sukamaju. Dilihat dari Arah Kebijakan Pembangunan Desa, Desa Kemboja mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan memacu pembangunan di Desa dari tingkat RT dan Dusun. Dalam peraturan daerah nomor 5 Tahun 2010 tentang alokasi dana Desa yang dijelaskan pada pasal 2, bahwa tujuan alokasi dana Desa untuk pemerataan pembangunan dan meningkatkan partisipasi masyarakat, kesejahteraan serta pelayanan kepada masyarakat Desa melalui pembangunan dalam skala Desa.
Berdasakan Laporan Pertanggung Jawaban Pemerintah Desa (LPPD) Tahun 2014 bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan dilihat dari arah kebijakan pembangunan pemerintah Desa, keikut sertaan masyarakat yang harus ditingkatkan. Pada pelaksanaan pembangunan di Desa Kemboja Kecamatan Pulau Maya yang juga sedang menghadapi permasalahan tentang rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan pembangunan di Desa ini, berdasarkan LPPD Tahun 2014 adapun permasalahan yang terdapat di Desa Kemboja :
1.    Musim hujan jalan becek, musim panas jalan berdebu (jalan Desa belum adanya pengerasan di semua dusun.
2.    Kurang dan rusaknya tanggul air asin serta pintu klep disepanjang pemungkiman tepi laut sehingga air asin masuk ke lahan perkebunan, pertanian dan halaman sekolah dan perumahan warga.
3.    Sarana dan prasarana penduduk transmigrasi.
4.    Hasil pertanian kurang optimal.
5.    Lahan tidur masih luas dan kurang pengelolahan .
6.    Kegiatan belajar mengajar perlu penambahan guru, rehab dan penambahan lokal (bangunan sekolah).
7.    Kebun kelapa dan karet kurang maksimal (perlu pembibitan dan perawatan intensif).
8.    Akibat pembabatan liar menjadi hutan gundul, sering banjir air tawar di musim hujan.
9.    Pelayanan kesehatan kurang dirasakan (perlu penambahan prasarana dan tenaga medis).
10. Hewan ternak sedikit dan sering sakit.
11. Kurang air bersih.
12. Kurang pangan, minum, kesehatan, ekonomi.
13. Keadaan transmigrasi malam gelap (berpelita).
Uraian diatas, hal tersebut terjadi karena masih kurangnya kesadaran dan rendahnya pendidikan masyarakat untuk ikut serta dalam pelaksanaan pembangunan, mengakibatkan terjadinya masyarakat yang pasif terhadap program yang akan dilaksanakan maupun yang sedang berjalan di Desa Kemboja. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pembangunan di Desa Kemboja, melihat dari arah kebijakan pembangunan Desa pada arah peningkatan partisipasi masyarakat antara lain : a. mengembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, b. melestarikan budaya gotomg royong, c. memacu pembangunan di Desa dari tingkat RT dan Dusun, di liahat dari arah kebijakan pembangunan, maka penulis tertarik untuk melaksanakan pengamatan dengan judul: “PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN FISIK DI DESA KEMBOJA KECAMATAN PULAU MAYA KABUPATEN KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT”

untuk selanjutnya HUb: 085220137111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar