BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Seiring dengan
perkembangan zaman, Bangsa Indonesia telah dihadapkan kepada tantangan
persaingan dalam perekonomiannya. Hal itu ditandai dengan adanya perdagangan
bebas yang sudah masuk kedalam sistem perekonomian Indonesia. Itu juga
menyebabkan persaingan dalam hal perdagangan pun akan meningkat seiring dengan
waktu.
Pemerintah harus bisa
mengetahui apa yang seharusnya diperbaiki di dalam meningkatkan
perekonomiannya. Pemerintah harus bisa memberikan suatu fasilitas kepada public
untuk mempermudah jalannya perekonomiannya. Tak lepas dari itu, pemerintah
harus ekstra keras menyiapkan dana dalam rangka pembangunan nasional guna
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Didalam usaha
pemerintah untuk pembangunan yang meningkat dengan cepat ini tidak mungkin
dipenuhi hanya oleh pemerintah, terutama karena keterbatasan dana. Karena itu
keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan melalui pola kemitraan sangat
membantu usaha menanggapi permintaan jasa khususnya.
Dari uraian diatas
maka, penulis akan memaparkan tentang kerjasama pemerintah-swasta (KPS). Dan
karena memang dengan keterbatasan wawasan penulis maka penulis akan
mengerucutkan tentang kerjasama pemerintah-swasta dalam pembangunan
infrastruktur.
Permintaan terhadap
pelayanan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara udara,
telekomunikasi, dan air bersih meningkat dengan pesat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi.
Untuk memenuhi
permintaan jasa infrastruktur yang meningkat dengan cepat ini tidak mungkin dipenuhi
hanya oleh pemerintah, terutama karena keterbatasan dana. Karena itu
keikutsertaan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur melalui pola
kemitraan sangat membantu usaha menanggapi permintaan jasa infrastruktur
tersebut.
B. Batasan masalah
Berdasarkan pada latar
belakang di atas, maka untuk menghindari perbedaan persepsi dalam memahami dan
mengartikan masalah. Maka penulis perlu memberikan batasan masalah sesuai
dengan judul, yaitu : kerjasama pemerintah swasta(KPS) dalam pembangunan
infrastruktur.
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
Bagaimana cara
pemerintah melaksanakan pembangunan dalam infrastruktur dengan keterbatasan
dana yang dimiliki?
D. Tujuan
Berdasarkan permasalahan
di atas, maka tujuan
pembuatan makalah ini adalah
untuk “menjelaskan dan menganalisa Kerjasama pemerintah-swasta(KPS) didalam pembangunan infrastruktur guna
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia.”
E. Manfaat
Apabila pembaca bisa
menganalisa dan mengerti hubungan pemerintah-swasta dalam pembangunan ekonomi
maka, pembaca akan mendapatkan suatu gambaran yang dimana gambaran itu akan
bisa berguna untuk masa depan sebagai evaluasi pemereintah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kemitraan/kerjasama
Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership
atau disingkat PPP atau P3 adalah suatu perjanjian kontrak antara pemerintah,
baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta. Melalui perjanjian ini ,
keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) dikerjasamakan
dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam mlakukan kerjasama ini
risiko dan manfaat potensial dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas
dipilah/dibagi kepada pemerintah dan swasta.
Bentuk yang banyak
dikenal dengan istilah BOT singkatan Build Operate and Transfer atau dalam
bahasa Indonesia dikenal sebagai Bangun Kelola dan Alih Milik tetapi sebenarnya
masih banyak bentuk yang bisa digunakan seperti Outsourcing sebagai bentuk
paling sederhana sampai bentuk Bangun Kelola dan Miliki atau dalam bahasa
Inggrisnya disebut sebagai Build Operate and Own (BOO).
PPP merupakan
kemitraan Pemerintah –
Swasta yang melibatkan investasi yang besar/ padat modal dimana sector swasta membiayaai, membangun, dan mengelola
prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini
tetap sebagai pemilik asset dan pengendali pelaksanaan
kerjasama.
B. Kebutuhan PPP
Dalam 3 dan 5 tahun
kedepan sejumlah kota-kota Metropolitan di Indonesia seperti, Jakarta, Bandung,
Semarang, Denpasar dan Banjarmasin berpandangan sama bagaimana mengatasi masalah terbatasnya
penyediaan infrastruktur bagi daerahnya, dengan
terbatas pula dari sisi pembiayaan pemeintah daerah.
Hal tersebut tentunya
dapat diupayakan secara komperhensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan
investasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan
yang ada. Sekalipun nantinya swasta akan
memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan
oleh Pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu
diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak
penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang
banyak.
Pola kerjasama
pun dapat dicari, setelah
dilakukan kajian terhadap pengalaman beberapa negara dalam melakukan kerjasama
pembangunan dengan pihak swasta, yaitu dapat berupa BOT (Built Operate,
Transfer) dipandang cocok diterapkan dalam investasi jangka panjang, selama
masa konsesinya dengan membiayai, membangun dan mengoperasikan. Bentuk badan usaha yang akan melakukan kerjasama
tersebut bisa dilakukan dalam bentuk Joint Venture (usaha patungan) atau Joint
Operation (kerjasama operasi gabungan). Biaya pengadaan tanah lahan yang
dibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak Swasta yang
akan diperhitungkan dalam masa konsesi, hal
tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994 karena terbatasnya dana APBN/
APBD.
C. KPS dalam Pengelolaan Infrastruktur.
Pemerintah dalam
menjalankan peranannya senantiasa berupaya menyediakan barang dan pelayanan
yang baik untuk warganya terutama dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan
infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya karena
infrastruktur tidak hanya dipandang sebagai public goods tetapi lebih kepada
economic goods. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kepentingan untuk
membangun infrastruktur yang penting bagi masyarakat.
Terbatasnya dana yang
dimiliki, menyebabkan pemerintah tidak mampu membiayai pembangunan seluruh
infrastruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat seperti jalan, jembatan, jaringan
air minum, dan pelabuhan. Sesuai data dari BAPENAS, diketahui bahwa estimasi
kebutuhan investasi infrastruktur pada tahun 2010 -20014 sebagaimana
digambarkan dalam grafik dibawah ini
Dari grafik, terdapat
informasi bahwa dari total biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan
infrastuktur, hanya + 31% saja yang mampu untuk dibiayai oleh pemerintah
melalui APBN, sementara sisanya yang + 69%
direncanakan diperoleh dari sumber lain di luar APBN.
Berdasarkan model pengelolaan infrastruktur
terdapat 4 (empat) model pengelolaan. Di ujung sebelah kiri, pengelolaan
sepenuhnya dikuasai dan dilaksanakan oleh pemerintah. Sementara di ujung sebelah kanan, pengelolaan
sepenuhnya dikuasai dan dilaksanakan oleh pihak swasta. Pada model outsourcing,
manajemen pengelolaan diambil dari pihak luar dimana pihak luar tersebut bisa
berasal dari pihak swasta, sementara untuk konsesi pengelolaan diserahkan
kepada swasta tetapi kepemilikan aset masih di tangan pemerintah dan
pengelolaannya akan dikembalikan kepada
pemerintah setelah seluruh jangka waktu yang diperjanjikan selesai.
Bentuk kerjasama
konsesi dilakukan untuk sektor-sektor tertentu yang dengan alasan politik atau
hukum dianggap tidak layak untuk dilakukan privatisasi. Konsesi dapat didefinisikan sebagai bentuk
pemberian hak kepada pihak swasta untuk melakukan pembangunan atau pengelolaan
pada sektor tertentu (biasanya di sektor infrastruktur), dimana pihak swasta
menerima penghasilan dari hasil pengelolaan tersebut, namun hak milik dari
lahan/tanah tersebut tetap di tangan pemerintah.
Bentuk konsesi bisanya
muncul pada situasi dimana kompetisi dalam pasar tidak berkembang dengan baik,
karena adanya monopoli alamiah atau kondisi struktur yang kurang mendukung.
Dengan adanya konsesi diharapkan peluang terciptanya persaingan di pasar dapat
terbuka sehingga memberikan keuntungan bagi konsumen.
Dalam penyelenggaraan infrastruktur dengan
menggunakan metode konsesi terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh,
yaitu:
·
Tercukupinya kebutuhan pendanaan yang
berkelanjutan yang menjadi masalah utama
pemerintah dalam membangun infrastruktur;
·
Meningkatkan kuantitas, kualitas, dan
efisiensi pelayanan melalui persaingan yang sehat;
·
Meningkatkan kualitas pengelolaan dan
pemeliharaan infrastruktur;
·
Mendorong prinsip “pakai-bayar”, dan
dalam hal tertentu dipertimbangkan kemampuan membayar dari si pemakai.
Dengan melihat
keuntungan yang diperoleh tersebut, maka pemerintah perlu menciptakan kondisi
yang kondusif bagi pihak swasta sebagai investor, agar mereka bersedia untuk
bekerja sama dengan pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Langkah awal yang harus
dilakukan dalam merancang konsesi adalah menentukan struktur, hak dan kewajiban
para pihak. Satu hal yang cukup penting dalam proses ini adalah memastikan
terdapat persaingan di dalamnya, artinya menciptakan struktur pasar yang
berpihak pada persaingan.
Komponen lain dari
perancangan adalah jangka waktu perjanjian konsesi. Terdapat beberapa
konsekuensi dari penentuan jangka waktu perjanjian, perjanjian dengan jangka
waktu yang lama akan menciptakan insentif yang layak bagi pihak swasta untuk
melakukan investasi termasuk investasi dalam perawatan pada saat perjanjian
konsesi tersebut berlangsung. Sementara perjanjian dengan jangka waktu yang
pendek akan semakin memperburuk masalah terkait dengan kurangnya insentif bagi
pihak swasta untuk melakukan investasi saat kerjasama tersebut akan berakhir,
itu sebabnya pihak swasta biasanya menaikkan biaya penawaran. Sisi positif dari kontrak jangka pendek pada
KPS adalah dimungkinkannya tender yang kompetitif, namun konsesi jangka pendek
dapat juga mengindikasikan bahwa terdapat ketidakpastian pada masa depan pasar.
Proses pemilihan calon pemegang konsesi
merupakan tahapan paling penting dimana dalam tahap inilah seharusnya
persaingan itu terjadi. Proses lelang/tender merupakan cara paling efektif
untuk menentukan pemegang konsesi, biasanya diawali dengan melakukan pengumuman
yang tersebar luas ke seluruh kalangan atau melalui surat kabar nasional.
Permasalahan yang sering muncul adalah ketika pihak incumbent memiliki
keuntungan dengan akses informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan mereka
yang baru. Masalah ini dapat diatasi melalui panitia yang menyediakan informasi
yang baik dan berimbang kepada seluruh penawar. Metode alternatif yang dapat
digunakan selain menggunakan metode lelang adalah metode negosiasi dan beauty
contests.
Selain itu, terdapat pula resiko praktek
monopoli dari pemegang konsesi yang dapat dicegah dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
·
Struktur kontrak yang memungkinkan
terciptanya persaingan dengan menyediakan banyak alternatif penyedia layanan/jasa
sehingga dapat mengurangi posisi tawar dari pemegang konsesi;
·
Menghindari penggunaan kriteria tender
yang dapat diubah, seperti penetapan tarif atau subjek yang dapat dimanipulasi
seperti technical proposal;
·
Adanya performance bonds dalam kontrak sehingga
pemegang konsesi yang gagal menjalankan
kewajibannya akan memberikan ganti rugi;
·
Hak dari pemerintah sebagai pemberi
konsesi untuk mengambil alih operasional dari pemegang konsesi apabila tidak
dapat menjalankan pelayanannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
dalam kontrak; dan
·
Membebankan pada pemegang konsesi
kewajiban untuk meneruskan menyediakan pelayanan sampai pemegang konsesi yang
baru telah ditunjuk.
D.
Peranan KPPU dalam konsesi
Dalam hal ini, KPPU
sebaiknya terlibat sejak proses awal konsesi tersebut dilaksanakan, sehingga
advokasi dan saran terkait persaingan usaha dapat diberikan sejak proses
penyusunan hingga penetapan pemegang konsesi. KPPU juga dapat membantu
pemerintah dalam pemetaan struktur sektor yang akan dikonsesikan, hingga pada
proses perancangan perjanjian konsesi untuk memaksimalkan dampak persaingan
pada saat konsesi tersebut dilaksanakan dan juga meminimalkan peluang untuk
terjadinya kolusi.
Pada proses pembentukan regulasi terkait
konsesi, KPPU dapat memberikan saran pada bentuk pengaturan tarif. Dimana
kewenangan untuk menetapkan tarif harus tetap ada di tangan pemerintah atau
melibatkan pemerintah dalam perumusannya, sehingga pihak pemegang konsesi tidak
dapat menaikkan tarif secara sepihak yang dapat merugikan konsumen.
Selain itu, jangka waktu pemberian
konsesi harus jelas dan tetap mempertimbangkan insentif yang proporsional bagi
pihak pemegang konsesi, karena jangka waktu pemberian konsesi yang terlalu
singkat akan mempersulit pihak swasta yang ikut serta. Demikian juga jangka
waktu pemberian konsesi yang terlalu lama pada satu pelaku usaha akan berdampak
pada terciptanya posisi dominan dan entry barrier bagi pelaku usaha lain. Hal
ini karena struktur pasar dari sektor yang dikonsesikan biasanya adalah
monopoli alamiah (natural monopoly).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemitraan/kerjasama
Pemerintah Swasta disingkat KPS atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai Public Private Partnership
atau disingkat PPP atau P3 adalah suatu perjanjian kontrak antara pemerintah,
baik pusat ataupun daerah dengan mitra swasta.
Berdasarkan model
pengelolaan infrastruktur terdapat 4 (empat) model pengelolaan. Bentuk
kerjasama konsesi dilakukan untuk sektor-sektor tertentu yang dengan alasan
politik atau hukum dianggap tidak layak untuk dilakukan privatisasi. Konsesi dapat didefinisikan sebagai bentuk
pemberian hak kepada pihak swasta untuk melakukan pembangunan atau pengelolaan
pada sektor tertentu (biasanya di sektor infrastruktur), dimana pihak swasta
menerima penghasilan dari hasil pengelolaan tersebut, namun hak milik dari
lahan/tanah tersebut tetap di tangan pemerintah.
Pada proses pembentukan
regulasi terkait konsesi, KPPU dapat memberikan saran pada bentuk pengaturan
tarif. Dimana kewenangan untuk menetapkan tarif harus tetap ada di tangan
pemerintah atau melibatkan pemerintah dalam perumusannya, sehingga pihak
pemegang konsesi tidak dapat menaikkan tarif secara sepihak yang dapat
merugikan konsumen
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang Bintoro Soedjito, Peran Swasta dalam
Pengembangan Infrastruktur: Kerangka Kebijakan, Pengaturan dan Kelembagaan,
dalam Budhy Tjahjati
Sugijanto Soegijoko et.al (eds); Bunga Rampai
Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21, 2005
Pekerjaan Umum, Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Perkotaan (KSNP-Kota), 2005, Philip et.al; Pemasaran Keunggulan
Bangsa (The Marketing of Nations), 1997
Suyono Dikun, Pengembangan dan Pengelolan
Infrastruktur, dalam Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko et.al (eds); Bunga
Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21, 2005
MAKALAH KERJASAMA PEMERINTAH-SWASTA
DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR
PERSIB BANDUNG PUNYA PELATIH BARU, ROBERTO CARLOS MARIO GOMEZ
BalasHapusTolong sertakan dengan daftar isi
BalasHapus